Daelyn Rice, Gadis yang Dikerdilkan Oleh Bullying

Bagikan

Judul Buku: By The Time You Read This, I’ll Be Dead;

Penulis: Julie Anne Peters;

Penerjemah: Hedwigis Chrisma Hapsari;

Penerbit: Noura Books;

Tahun Terbit: 2015 (Indonesia);

Peresensi: Tara Antya S.

Tak seorang pun pernah menyelidiki yang terjadi dalam diriku. Betapa rasa sakit telah menelanku. Tak seorang pun pernah datang untuk menyelamatkanku, atau berdiri untuk membelaku (hal. 124).

Buku ini menceritakan kehidupan seorang gadis berusia 16 tahun, Daelyn Rice yang selalu menjadi korban bully. Ceritanya diawali dengan pertemuan Daelyn dengan anak laki-laki berkulit putih, kurus, tinggi, serta rambutnya yang berwarna terang bersandar pada batang pohon di belakang bangku semen yang ia duduki. Santana namanya. Diceritakan pada saat itu keadaan Daelyn bisa dibilang―sudah―tidak normal. Ia harus mengenakan penahan leher sepanjang harinya. Keadaannya tersebut membuatnya tidak bisa berbicara―sebenarnya ia dapat melakukannya kapan pun ia mau, namun Daelyn memilih untuk diam dan tidak berkomunikasi dengan siapa pun. Termasuk orang tuanya.

Pada awal cerita, pembaca mungkin akan dibuat penasaran dengan keadaan Daelyn―yang cukup miris itu―karena tidak diceritakan secara jelas apa yang terjadi pada masa lalu Daelyn sampai akhirnya ia terpaksa mengenakan penahan lehernya tersebut. Sampai pada suatu hari, ia menemukan sebuah situs―untuk mereka yang merasa putus asa dan ingin mengakhiri hidup―Menembus-Cahaya(dot)com secara kebetulan. Situs tersebut memberikan tiga menu; TPT (Tanggal Penentuan―kematian), FF (Forum Final), dan JUP (Jalan Untuk Pergi). Daelyn menekan menu TPT. Situs itu kemudian memberikan sebuah tanggal penentuan untuk Daelyn: 24 April. Itu berarti ia masih memiliki waktu―yang tersisa―selama 23 hari.

Kegagalan dan kesalahanmu. Hal-hal itu melekat pada dirimu. Hal-hal itu menggumpal jadi kanker jelek yang bertumbuh di dalam dirimu dan membuatmu ingin mati (hal. 63).

Sambil menghitung mundur hari-harinya, Daelyn menjalani rutinitasnya sambil mempersiapkan rencananya matang-matang.  Ia memastikan untuk tidak akan gagal. Tidak kali ini. Sebelumnya ia sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan memotong kedua pergelangan tangannya. Namun gagal. Selama 23 hari ini lah mulai terkuak satu persatu kejadian di masa lalu Daelyn yang membuatnya seperti sekarang ini. Macam-macam bentuk bully-an baik secara verbal maupun non-verbal. Bagaimana ia dipermalukan di depan umum, dicemooh karena fisiknya―yang saat itu―gemuk, dan parahnya saat ia menerima pelecehan secara seksual oleh teman-temannya.

Bullycide. Aku tahu kata itu dengan baik. Bunuh diri sebagai jalan keluar dari bullying (hal. 50).

Aku tidak bisa. Aku tidak lagi memercayai orang-orang (hal. 50).

Pertemuannya dengan Santana waktu itu rupanya tidak menjadi sebuah kebetulan. Setiap hari Santana selalu di sana―di bangku semen yang biasa ia duduki sepulang sekolah sambil menunggu jemputan. Seolah-olah menunggu kedatangan Daelyn. Santana terus mengajak bicara Daelyn dan memancing perhatiannya dengan tingkah-tingkah yang aneh. Daelyn yang memang menghindari kontak dengan orang lain berusaha untuk tetap mengabaikannya. Namun usaha Santana tidak berhenti sampai disitu. Tak jarang ia mendatangi ibu Daelyn yang berada di dalam mobil untuk sekadar berkenalan dan memberikan kesan pertama.

Sesampainya di rumah, Daelyn selalu membuka situs Menembus-Cahaya. Setiap kali ia login, situs itu selalu menunjukkan daftar jumlah orang-orang yang telah ‘melakukan rencananya’ pada hari itu. Lima. Delapan. Sembilan. Setelah itu, ia menekan menu FF. Pada forum itu, ia menemukan banyak orang yang ‘senasib’ dengannya. Entah itu karena korban bullying, pelecehan seksual, perceraian, penyakit, atau semacamnya. Mereka menceritakan pengalaman pahit mereka masing-masing di forum itu.

Sedangkan pada menu JUP, situs itu akan memberikan beberapa pilihan untuk mereka melakukan rencananya. Caranya, peralatan apa saja yang dibutuhkan. Masing-masing diberi nilai 1 sampai 5, dari rendah ke tinggi, dalam hal keefektifan, ketersediaan, dan tingkat kesakitan. Karena buku ini juga membeberkan beberapa ‘cara untuk bunuh diri’, disarankan untuk pembaca minimal berusia 15+ atau sambil didampingi orang tua.

Hari demi hari sudah terlewati. Berangkat sekolah-bertemu Santana-membaca forum―sudah menjadi kegiatan Daelyn sehari-hari. Ia dan Santana pun menjadi sedikit lebih dekat walau Daelyn tetap bersikap dingin kepada Santana. Namun, menjelang hari-harinya yang semakin dekat, Santana mengungkapkan sebuah rahasia―yang selama ini hanya ia dan ibunya yang tahu―kepada Daelyn. Ia mengidap Limfoma Hodgkin―kanker dalam sistem getah bening yang ganas.

Santana membuat sebuah permintaan kepada Daelyn. Ia ingin sekali merayakan ulang tahunnya yang ke 18 bersama Daelyn. Namun sayang sekali, ulang tahunnya bertepatan dengan hari di mana Daelyn akan melancarkan rencananya yang sudah ia nanti-nantikan. Terlambat? Mungkin itu yang Daelyn pikirkan saat Santana dan yang lain mulai bersimpati padanya.

Ketika aku melihat diriku sendiri di cermin, yang kulihat hanyalah burung kerdil, kelaparan, yang sayapnya tidak pernah tumbuh dan kehilangan semua alasan untuk bernyanyi (hal. 308).

Novel ini akan membuka pikiran kalian untuk lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan. Jangan sampai apa yang kalian lakukan memberikan luka pada seseorang yang kan berdampak di kemudian hari. Dan yang terpenting, sebisa mungkin kita merangkul orang-orang yang menjadi ‘korban’ agar tidak mengambil jalan yang salah. Buku ini juga dilengkapi ciri-ciri tanda bunuh diri dan info tentang lembaga-lembaga perlindungan sehingga pembaca bisa lebih mengamati sekitar dan mencegah terjadinya bullying atau semacamnya.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.