Teka-teki Neraka dalam Krisis Global
Judul : Inferno
Peresensi : Qanita Zulkarnain
Genre : Action, Petualangan, Drama, Misteri, Thriller, Kriminal
Durasi : 121 menit
Sutradara : Ron Howard
Produser : Brian Grazer, Ron Howard
Penulis Naskah : David Koepp, mengadaptasi dari novel “Inferno” karya Dan Brown
Rumah Produksi : Imagine Entertainment, Lstar Capital
Distribusi : Columbia Pictures
Tanggal Rilis : 28 Oktober 2016
Negara : Amerika Serikat
Bahasa Film : Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Italia, Bahasa Turki
Diadaptasi dari novel karya Dan Brown, film ini menjadi sarat akan pengetahuan mengenai seni, khususnya simbologi, dan pengetahuan mengenai banyak hal seperti realita dilema organisasi tingkat dunia, sejarah yang disajikan dengan apik, serta isu-isu global. Dengan latar tempat di beberapa negara dan alur yang mengejutkan, film ini tentunya memiliki daya tarik tersendiri.
Kisah dalam film ini dibuka dengan pidato seorang pemimpin kelompok Transhumanis bernama Zobrist (diperankan oleh Ben Foster), yang berpidato mengenai bahaya overpopulasi di bumi. Adegan ini diikuti dengan Zobrist dikejar oleh petugas World Health Organization (WHO) hingga ia bunuh diri demi menyelamatkan virus mematikan yang ia buat demi mengatasi isu overpopulasi.
Selanjutnya, petualangan Langdon (diperankan oleh Tom Hanks) dimulai ketika ia terbangun di rumah sakit dengan luka jahitan di kepalanya. Langdon, yang menjadi tokoh di nyaris semua novel karya Dan Brown, merupakan seorang profesor simbologi yang mengajar di fakultas seni di Harvard University. Dengan cepat, Langdon mengetahui keberadaannya di Florence, Italia, sesaat setelah melihat kubah Palazzo Vecchio dari jendela kamar rawat inapnya, namun hal yang terakhir kali dapat ia ingat adalah saat Jumat sore, ia selesai mengajar dan sedang duduk di sebuah bangku di jalanan sekitar kampusnya. Ketika Langdon nyaris diculik oleh seorang pembunuh bayaran, ia diselamatkan oleh dokter yang sedang bertugas, Brooks (diperankan oleh Felicite Jones), dan dibawa ke apartemen Brooks untuk dievakuasi.
Selama pelariannya, Langdon mengalami banyak delusi mengenai wanita yang memakai syal di kepalanya, serta suara-suara meminta tolong. Belum lagi kenyataan bahwa ia tidak mengingat bagaimana ia ternyata membawa benda sejenis pointer Faraday yang memuat soft file lukisan Map of Hell karya Boticelli yang dimodifikasi. Soft file inilah yang kemudian menjadi petunjuk awal dari teka-teki besar yang menjadi klimaks film ini. Pelarian Langdon dari pihak yang mengincar dirinya karena pointer tersebut berjalan paralel dengan pengejarannya mencari benang merah antara Map of Hell, WHO, Transhumanis, dan virus mematikan yang disembunyikan Zobrist.
Penggabungan pengetahuan akan karya seni abad pertengahan, mulai dari lukisan, puisi, arsitektur bangunan, sampai tokoh-tokoh abad pertengahan terkait yang dikombinasikan dengan realita saat ini serta latar beberapa negara yang dibuat senatural dan sespontan mungkin menjadikan film ini tidak hanya entertaining, namun juga educating.
Film yang diangkat dari novel ini memiliki beberapa kesamaan dengan karya penulis aslinya, demi terjaganya eksistensi amanat penulis, Dan Brown, seperti pesan humanis mengenai permasalahan kependudukan global. Inferno sendiri berarti neraka. Baik film maupun bukunya, Inferno menyajikan teka-teki yang dibuat oleh Zobrist yang terinspirasi dari ‘neraka’ versi Dante. Map of Hell yang menjadi petunjuk dalam film ini sendiri merupakan visualisasi dari Inferno yang dideskripsikan Dante dalam karyanya.
Film ini mendapatkan rating 6.2/10 di IMDB, yang tergolong rendah, bukan tanpa alasan. Walaupun film ini menghibur dan mengedukasi, banyak plot film yang jauh berbeda dengan yang dipaparkan di dalam novel. Selain itu, terdapat perbedaan antara film dan novel Inferno lainnya yang terlihat secara eksplisit di dalam film seperti akhir dari cerita yang dirasa telalu dramatis dan tidak memberi solusi sebaik yang terjadi di dalam novel serta minimalisasi deskripsi pengetahuan akan setiap karya seni. Pada novelnya, dapat ditemukan di sampul belakang tertulis kutipan yang merupakan salah satu pernyataan dari salah satu syair-syair Dante, “Tempat tergelap di neraka dicadangkan bagi mereka yang tetap bersikap netral saat krisis moral”. Pernyataan ini diangkat mengingat pilihan yang tersedia dalam mengatasi isu overpopulasi adalah ‘menyingkirkan’ manusia atau membiarkan manusia terus menambah kuantitas populasinya. Jika ditarik ke dalam nilai-nilai kehidupan, terkadang kita banyak dihadapkan oleh pilihan-pilihan yang sulit, dan menurut syair ini, mereka yang membiarkan diri dalam ambiguitas saat krisis moral hanya akan membawa kepada kemudharatan. Memilih pilihan dengan konsekuensi yang paling bisa ditoleransi adalah salah satu dari berbagai solusi.
Walaupun beberapa hal yang tertulis jelas dalam novel kurang tersampaikan secara gamblang di dalam film, namun secara keseluruhan inti film ini tidak jauh berbeda dari karya tertulis Dan Brown. Pada akhirnya, baik film maupun novel memberi pembelajaran mengenai kesadaran akan isu humanis mengenai kependudukan dimana manusia dapat menjadi ‘kanker’ untuk dirinya sendiri. (oni)