Kenangan, Membacanya Kembali & Menyibaknya Hingga Hilang (Oleh: Luhur Pambudi)

Bagikan

Oleh: Luhur Pambudi*

Pagi hari bersamaan, kau dan aku datang Ada yang kenyang, ada yang kurang, ada juga yang tengah kelaparan Toh, kita tetap datang di kelas, sampai senja tukas meluas

Kau bawa buku, juga dengan aku, Buku yang kau baca sama, begitu juga dengan aku Dari halaman ke halaman, dari lembar ke lembar Dari Plato, Abu Zaid, Freud yang harus kita kenal, hingga Max Wertheimer, Schleiermacher, Gaddamer yang namanya samar-samar apakah kita pernah dengar

Dari psikologi aliran mistisisme di abad kegelapan, menuju aliran positivisme di abad pertengahan, hingga tiba pada gerbang modern saat dunia dengan jendela empirisme menandai pencerahan

Dari psikologi industri dengan cara berjejal kita antri mempelajarinya, hingga ke psikologi agama yang masih sedikit minat memahaminya Kita mempelajari apa saja Kita membaca apa saja Kita berdiskusi, berdebat tentang apa saja Dengan satu hasrat yang memaksa, menukas, meminta; karena kita tidak tahu apa-apa Kau dan aku saling mengingatkan, besok pagi disayunya hari, jangan sampai lupa akan selalu ada tugas yang harus dikumpulkan

Masihkah kau selembut dahulu, memintaku membawa buku dan jangan lupa kencangkan ikat pinggang dan tali sepatuku

Berkelakar dengan ilmu pengetahuan, diskusi ditengah teriknya siang, kau bangunkan aku dari rasa letih juga bosan berjam-jam di dalam ruangan Di tengah percakapan lantas kau bertanya, dengan acungkan tangan; tentang utopisnya psikoanalisis? Begitu teknisnya behavioristik? Tentang betapa logisnya penjelasan neurologi mahzab kognitif? Dan begitu magisnya mereka penganut pemikiran humanistik?

Lantas kau kembali bertanya, dengan mengacungkan tangan kanan yang sama, tentang pemikiran tokoh ini tokoh itu dengan pertanyaan; Apa itu apa? Apa itu bagaimana? Dan apa itu mengapa? Itu pertanyaan sulit, dan aku tercegat Di tengah diskusi, aku hanya meratap, aku gelengkan kepala, tanda tak sanggup aku menjawab, Akibat semalam aku lupa membaca buku, Kini aku rasai batunya

Aku menggigil tangis, kau merayuku untuk tak lama-lama menangis Aku tersungkur dalam tangis, kau merayuku untuk ayo cepat berdiri, jangan lama-lama menangis “Aku tak bisa apa-apa? Menjawab tanyapun sulit rasanya,” tukasku melerai perkelahian dalam benak batin Aku tertawa dan kau tertawa, mendadak aku lupa, betapa bodohnya aku yang tak bisa apa-apa? Betapa sangat bodohnya diriku jika masih saja tak sadar, eh? Ada sahabat-sahabat yang masih sudi mengingatkanku untuk membaca buku, datang tepat waku, jangan lupa pakai sepatu, dan kencangkan ikat pinggangku

Akan tiba pada waktunya, pada waktu yang kita nanti-nantikan Apakah waktu itu adalah hari ini?

Untuk terakhir kali, Kau datang, dan aku datang Di pagi dan terik matahari yang selalu sama rasa hangatnya Di depan gerbang, menoleh ke kanan, menoleh ke kiri, dan memastikan tak ada perca ingatan yang bersenggama di kepala, Empat tahun lalu datang dengan lugu, bersepatu baru, kau malu-malu, aku tersipu, rikuh kau buat luruh Untuk terakhir kali, dihari ini, kita datang bersamaan, dengan pakaian baru, pikiran baru, sikap dan tindak tanduk baru, dengan sedikit hiasan topi toga dikepalamu dan jas hitam panjang tak tau aku apa namanya itu

Satu petanyaan yang selalu aku ingin utarakan. Tiap hari belakangan ini, Apakah kau akan selembut dahulu, memintaku membaca buku, datang tepat waktu, dan jangan lupa kecangkan ikat pinggang juga tali sepatuku?

Gresik, 6 Agustus 2017

… sebuah hadiah wisuda khusus, bukan umum, teruntuk sahabat-sahabat Mahasiswa Psikologi Angkatan 2013. Aku namai ini prosa biar tak lagi salah aku menganggapnya, sebuah perca yang tak sempat aku sematkan pada kalian yang sudah, yang sedang dan yang segera mengenakan toga tanda lulus dari kelas kampus menuju hidup yang haru, berani, sesekali sendu. Bacalah prosa ini dengan tata cara membaca sajak atau puisi, seakan menjadi rapalan doa setelah tuntas kau baca Surat Al-Fatihah di pagi hari sesaat terakhir kita pernah berjumpa …

 

*) Penulis adalah Mahasiswa

Fakultas Psikologi dan Kesehatan

UIN Sunan Ampel Surabaya

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.