ASTA DAN ARA

Bagikan

Kutatap mata indah yang selalu setia menatapku dengan pandangan teduhnya. Aku usak surai lembut berwarna hitam yang kini kian memanjang, mempermudah aksiku. Kini, laki-laki yang aku cintai setengah mati tengah mendudukkan dirinya di depanku. Aku yang masih setia duduk di bangku taman tersenyum karena kepekaan hati yang Ia punya.

Sambil terus mengusak surai lembut kesukaanku, pikiranku berkelana. Mungkin ini saat yang tepat untuk memulai semuanya.

“Asta.” 

Laki-laki manis itu pun memandangku sempat sebelumnya memejamkan mata karena nyamannya usakkanku. 

“Apa?”

“Aku mau ngomong sesuatu.”

“Hm.” 

Aku mulai menarik nafasku. Ini terdengar berat, tapi aku yakin bisa mengatakannya. 

“Aku sepertinya tidak bisa menemanimu lagi.” 

Kerutan halus muncul di dahi miliknya. Tatapan bertanyanya dilayangkan kepadaku.

“Apa maksudmu?” 

Aku tersenyum lembut, sedangkan Ia menampilkan wajah tegas penuh keseriusan miliknya. 

“Begini,” aku sedikit mencondongkan tubuhku sedangkan Asta masih sama dengan posisi sebelumnya. 

“Aku tidak menyukai semua hal yang engkau sukai, sedangkan kamu tidak menyukai hal yang aku sukai.” 

“Apa masalahnya? Bukankah itu berarti kita saling melengkapi?” 

“Kau yakin, Asta?”

Laki-laki pemilik bulu mata yang lebat itu menatapku dengan penuh keyakinan.

“Kau meragukanku, Ara?”

Aku menggeleng pelan, “Sama sekali aku tak pernah meragukanmu, sayang.” 

“Lalu, kenapa ingin mengakhiri?” 

Dia laki-laki cerdas. Pertanyaan seperti ini adalah hal yang dipastikan wajib untuk aku memberikan jawaban yang masuk akal.

“Bukan berarti kamu ngga bisa nemenin aku buat minum kopi di pagi hari karena kamu punya penyakit lambung. Kamu ngga bisa nemenin aku buat makan-makanan kesukaanku karena kamu ngga suka sama sayur. Semua alasan itu ngga bisa dijadiin alasan buat memutus hubungan yang udah berjalan.” sambungnya lagi. 

Sudah aku duga pasti selalu saja ada pembenaran dalam setiap kalimat yang Ia lontarkan.

Selalu aku yakinkan diriku bahwa Asta mencintaiku, Asta Hanya butuh menyesuaikan waktu dengan adanya diriku.

Bersambung 

 

Penulis: Yunia Dinar

Editor: Dewi

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.