Mengupas Feminisme dan Patriarki dalam Film Barbie

Bagikan

Film barbie yang rilis pada pertengahan Juli 2023 menyita banyak perhatian publik dari semua kalangan. Konsep film yang menarik serta makna yang ada dalam film tersebut membuat para penikmat film tersebut terkesan. Hal yang paling banyak menjadi sorotan dalam film barbie yaitu tentang “Feminisme dan Patriarki”. Film barbie menceritakan bahwa di dalam dunia barbie, perempuan memegang peran atas segalanya dan tidak adanya budaya patriarki sama sekali. Namun hal itu berbanding terbalik pada dunia nyata (dunia manusia). 


Greta Gerwig mengupas fenomena
patriarki dan seksisme di dunia nyata melalui pengalaman Barbie dan Ken. Barbie menyadari bahwa perempuan senantiasa tertindas dan tidak bahagia di dunia nyata. Barbie dibawa ke kantor Mattel dan melihat bahwa, bahkan perusahaan tempat boneka perempuan dibuat pun, terdiri dari jajaran direksi yang semuanya merupakan laki-laki. Di sana, CEO Mattel mati-matian berusaha membela diri dengan mengatakan bahwa dirinya mendukung feminisme. “Aku sungguh peduli pada perempuan. Aku adalah anak dari ibuku, cucu dari nenekku, keponakan dari bibiku,” dan seterusnya.

Kenyataan seperti itu juga ada di sekitar kita, banyak sekali. Berbagai industri dan lembaga mengaku mendukung perempuan, memberikan hak untuk perempuan. Tapi posisi strategis pengambil keputusan tetap diduduki oleh laki-laki. Lantas apa artinya emansipasi bila tidak ada perempuan di kursi kepemimpinan? Apa artinya bila ‘feminisme’ yang digadang-gadang itu hanya muncul untuk menyokong agenda kapitalisme?

Sementara itu, hal yang disaksikan Ken di dunia nyata juga membongkar fakta patriarki. Ken belajar bahwa di dunia nyata, ia bisa menjadi lebih dari ‘sekadar’ Ken. Patriarki membuatnya tak butuh kehadiran Barbie untuk mengukuhkan eksistensi dirinya. Ia laki-laki, setidaknya secara gender sosial. Patriarki membentuk pola pikir Ken bahwa perempuan, seperti Barbie, tidak begitu penting. Seharusnya perempuan ada untuk melayani dan tunduk padanya. Ken kembali ke Barbie Land tanpa Barbie, membawa pengetahuan dangkal namun destruktif tentang patriarki dan mengubah dunia utopis itu menjadi ‘Ken-dom’—Kerajaan Ken (Ken’s Kingdom), demi memenuhi kebutuhan eksistensialnya.

Unsur feminisme dalam film barbie : 

  1. Film Barbie menunjukkan perempuan bisa menjadi apapun, bagaimanapun fisik dan ras mereka. Jika dulu Barbie identik dengan sosok boneka berkulit putih dan berambut pirang, di film Barbie ditunjukkan keberagaman sosoknya. Tak hanya sosok yang beragam, pekerjaan para Barbie juga sangat mengesankan. Ada Barbie kulit hitam yang menjadi presiden, Barbie berhijab yang menjadi hakim, dan Barbie berukuran plus size yang jadi wanita karier yang sukses!
  2. Film Barbie menunjukkan perempuan saling mendukung. Di Barbieland, para Barbie yang notabene perempuan sangat mendukung satu sama lain. Maka ketika Barbie (Margot Robbie) ke dunia nyata dan menemukan jika kenyataan tidak seperti itu, ia sangat sedih. Apalagi saat Sasha (Ariana Greenblatt) berkata, “Women hate women. And men hate women. It’s the only thing we all agree on.” Kata ini seolah menyadarkan jika sesama perempuan terkadang sulit memberi pujian dan mendukung satu sama lain.
  3. Film Barbie menunjukkan perempuan sering menjadi objek. Ketika Barbie (Margot Robbie) ke dunia nyata, ia kaget ketika mengunjungi tempat konstruksi pembangunan dan justru para pria yang ada di sana. Parahnya lagi, pria-pria ini mengeluarkan perkataan tak se wajarnya dan seksual pada Barbie. “Men look at me like I’m an object, girls hate me,” kata Barbie. Ini menunjukkan perbedaan spesifik ketika ia ada di Barbieland, di mana para Ken justru mendukung para Barbie. 
  4. Film Barbie menunjukkan ekspektasi mustahil dunia terhadap wanita. 

Di akhir  film, Gloria (America Ferrera) menyampaikan monolog powerful yang sangat mengena pada perempuan lainnya. 

It is literally impossible to be a woman. You are so beautiful, and so smart, and it kills me that you don’t think you’re good enough. Like we have to always be extraordinary, but somehow we’re always doing it wrong”.

“You have to lead, but you can’t squash other people’s ideas. You’re supposed to love being a mother, but don’t talk about your kids all the damn time. You have to be a career woman, but also always be looking out for other people. You have to answer for men’s bad behavior, which is insane, but if you point that out, you’re accused of complaining”. 

You have to never get old, never be rude, never show off, never be selfish, never fall down, never fail, never show fear, never get out of line. It’s too hard! It’s too contradictory and nobody gives you a medal or says thank you! And it turns out in fact that not only are you doing everything wrong, but also everything is your fault”.

Oleh: Rizkarina Zahrul Hag

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.