Kemiskinan Struktural: Wajah Tersembunyi dari Ketidaksetaraan Sistem
Kemiskinan merupakan suatu isu global yang telah lama merajalela di tengah-tengah masyarakat kita. Fenomena terkait kemiskinan telah sering sekali nampak pada lapisan masyarakat, namun terdapat suatu dimensi kompleks yang kadang kala ditampik eksistensinya, yaitu kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural merujuk pada kondisi di mana individu dan kelompok tertentu terjebak dalam kemiskinan secara berkelanjutan akibat ketidaksetaraan struktural dalam masyarakat. Kemiskinan tak jarang diliputi dengan pandangan bahwa kondisi tersebut merupakan “pilihan” individu untuk tidak memperjuangkan hidupnya dan berpasrah pada nasib. Namun, apabila kita memperluas horizon pandangan, tentu tak dapat dielak bahwa individu yang telah terperosok dalam jurang kemiskinan justru seringkali tidak memiliki cukup keberuntungan untuk bahkan memiliki pilihan dalam hidup.
Menilik laporan dari World Data Book, struktur kepemilikan kekayaan orang dewasa di Indonesia sepuluh tahun terakhir menunjukkan posisi stagnan. Artinya tidak terdapat perubahan signifikan terkait jumlah orang miskin dan kaya. Bahkan kelompok kaya memiliki jumlah yang sama selama sepuluh tahun. Kondisi di Indonesia ini tertinggal jauh dengan rata-rata dunia, hanya terdapat sedikit orang dengan kepemilikan kekayaan di atas (kaya) dan sangat banyak orang dengan kepemilikan kekayaan di bawah (miskin). Pola struktur kepemilikan kekayaan ini membentuk piramida yang sangat runcing ke atas. Keadaan timpang yang bersifat jangka panjang ini pun menandakan adanya kausal kemiskinan yang bersifat struktural sehingga harus dilakukan perombakan sistem secara fundamental.
Kemiskinan struktural terlahir sebagai konsekuensi dari sistem yang membatasi akses ke sumber daya ekonomi dan peluang bagi sebagian besar masyarakat. Ketidaksetaraan yang ada ini tidak hanya memengaruhi individu secara ekonomi, tetapi juga berdampak pada akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang pengembangan diri. Ketidaksetaraan dalam pendidikan adalah salah satu pilar utama kemiskinan struktural. Anak-anak dari keluarga miskin seringkali mendapatkan pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berasal dari keluarga lebih berkecukupan. Ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputuskan, karena kurangnya pendidikan berkualitas menghambat kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Sistem ekonomi juga memainkan peran penting dalam memperkuat eksistensi kemiskinan struktural. Ketika lapangan pekerjaan terbatas dan upah minim, bahkan upaya keras seseorang mungkin tidak cukup untuk menarik diri dari kemiskinan.
Kasus-kasus terkait kemiskinan struktural seperti telah menjadi hal yang akrab kita temui sehari-hari. Terlalu akrab, kita melihat kemiskinan sebagai masalah yang dapat diselesaikan dengan menggugat individu yang berada dalam situasi tersebut. Namun, seharusnya kita menyadari bahwa kemiskinan struktural adalah gejala dari ketidaksetaraan yang mendalam dalam masyarakat kita, yang mengakar pada sistem yang mendukungnya. Kemiskinan struktural merupakan suatu isu yang kompleks, maka solusinya pun kompleks. Untuk menciptakan perubahan yang signifikan, diperlukan adanya perubahan sistem pendidikan yang lebih merata, memastikan upah yang adil bagi semua pekerja, dan berbagai upaya lainnya yang dapat membuat dunia menjadi tempat yang sedikit lebih baik. Lebih dari itu, kita harus menolak pandangan bahwa kemiskinan hanya masalah individu, dan bersatu untuk mengubah sistem yang menghasilkan ketidaksetaraan.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Dr. Martin Luther King Jr., ”Bukan individu yang memilih menjadi miskin, melainkan sistem yang memilih untuk menjaga kemiskinan. Kemiskinan bukanlah kegagalan individu, tetapi kegagalan kita sebagai masyarakat untuk menciptakan sistem yang memberikan peluang yang setara.” Sangat penting untuk memahami bahwa kemiskinan bukanlah hasil dari kegagalan individu, tetapi lebih merupakan hasil dari sistem yang perlu kita perbaiki bersama-sama. Dalam menghadapi kemiskinan struktural, kita harus bersatu, mengubah sistem yang tidak setara, dan memastikan bahwa setiap individu memiliki peluang yang sama untuk meraih potensi mereka. Hanya dengan upaya bersama kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan mengakhiri kemiskinan yang merajalela.
Penulis: Zahra Rizq Verdylia