Menanggapi Hasil Sosialisasi Magang MBKM 2024/2025, Terbantu atau Terbuntu?

Bagikan

 

Alam Tara Persma – Kamis, 28 November 2024 MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) merupakan salah satu program usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dimana salah satu programnya adalah magang mahasiswa. Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya telah melakukan program MBKM berbasis magang ini selama dua tahun terhitung dari tahun lalu. Tahun ini merupakan tahun kedua Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) melakukan program MBKM, yang tentunya banyak hal yang perlu dijadikan bahan evaluasi dari pengalaman magang sebelumnya.

 

Pada hari Kamis, tanggal 28 November 2024 telah diadakan sosialisasi program magang MBKM tahun ajaran 2024/2025 di Auditorium lantai dua gedung FPK. Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik, Ketua dan Sekretaris prodi FPK, Kepala Lab, Kepala Jurusan dan mahasiswa prodi psikologi semester 5. Kegiatan ini memaparkan mengenai informasi terkait banyaknya pemberitaan yang simpang siur mengenai magang, transparansi kuota di setiap peminatan, hingga tempat magang di setiap peminatannya. Selain itu, di kegiatan ini wadek satu menekankan akan tetap menampung aspirasi dan pertanyaan mahasiswa, yang dilakukan di akhir kegiatan setelah pemaparan poin-poin dan informasi mengenai magang MBKM.

 

Namun, kebijakan yang ada setelah sosialisasi dilakukan menuai banyak tanggapan dari mahasiswa di berbagai peminatan. Menurut mereka informasi yang didapatkan melalui sosialisasi kemarin sudah cukup jelas, namun waktu sosialisasi yang dilakukan terlampau mepet dan bersamaan dengan UAS sehingga cukup membuat mereka merasa bingung. Hal ini disampaikan oleh Rani selaku salah satu mahasiswa FPK yang akan berpartisipasi dalam Magang MBKM.

 

“udah, cuma menurut aku untuk waktunya kayak terlalu mendadak gitu lho apalagi kita barengan sama UAS, jadi kayak, sebenernya jelas informasinya cuma terlalu mendadak buat sosialisasinya itu,” jelas Rani salah satu mahasiswa prodi psikologi dalam wawancaranya dengan tim Alam Tara. Serupa dengan Rani, Cahyo berpendapat sama terkait penyampaian informasi seputar magang yang sudah dianggap jelas, “Pendapat saya mengenai sosialisasi MBKM cukup baik karena sudah mencakup berbagai informasi yang dibutuhkan bagi mahasiswa untuk magang tahun depan serta diskusi sehingga penyampaian lebih terbuka. Informasi yang disampaikan oleh setiap dosen cukup mudah dimengerti dan runtut mengenai setiap poin-poinnya sehingga tidak ada informasi yang terlewatkan kecuali bagi yang telat hadir.” ungkapnya. 

 

Berbeda dengan sosialisasi tahun sebelumnya yang dilakukan sekitar bulan oktober, sosialisasi MBKM tahun ini terbilang lebih lambat dari tahun sebelumnya.

 

Meskipun informasi yang sudah disampaikan cukup jelas, namun kebijakan tersebut masih menimbulkan rasa ketidakpuasan bagi beberapa mahasiswa. Sebelum diadakannya Sosialisasi Program Magang MBKM Tahun Ajaran 2024/2025, pihak Fakultas telah membagikan link Google Form guna untuk menampung aspirasi mahasiswa berupa pertanyaan-pertanyaan seputar magang. Namun, aspirasi yang telah terkumpul nyatanya tidak terjawab pada saat setelah sesi pemaparan informasi. Hal ini dibuktikan dengan yang diungkapkan oleh F, “Sebelum hari H sosialisasi, itu kita disuruh ngisi google form kan. Disitu aku udah nulis beberapa pertanyaan sih, dan karena aku nganggepnya akan dibaca lagi pada saat hari H, ternyata gak dibaca lagi. Kalau kita dalam musyawarah kan ada yang namanya mufakat ya, tapi saat itu, itu cuma dari pihak dosennya aja yang memutuskan. Itu sih yang bikin aku kecewa dan kurang suka.” 

 

Begitu pula dengan Novia dimana ia merasakan hal yang sama dengan F terkait kebijakan magang tahun ini, “Sepakat sama pendapatnya F. Selain informasinya yang terlalu mendadak, kita juga… kayak mau berpendapat itu gak ada titik tengahnya gitu. Keinginan mahasiswa dengan keinginan dosen itu gak ada titik tengahnya seperti apa. Menurutku ya, mungkin dari pihak dosen itu pengennya kerja samanya itu lebih mudah atau seperti apa. Tapi dengan adanya seperti ini kayak.. Mahasiswa tuh kurang bisa mengeksplor lagi gitu lho tempat tempat ataupun regulasi dan lain sebagainya itu kayak belum sesuai sama keinginan mahasiswa, jadi kita itu terfokus sama apa yang sudah disajikan sama pihak fakultas.”

 

Keluh kesah mahasiswa tentang ruang batas terkait tempat magang yang bermitra dengan Fakultas dirasa kurang variatif. Sehingga mahasiswa tidak memiliki kesempatan untuk eksplor lebih banyak guna mendapatkan ilmu magang sesuai dengan peminatan masing-masing. Hal ini membuat mahasiswa menorehkan harapan terkait kebijakan tersebut, seperti yang disampaikan oleh Novia selaku salah satu mahasiswa FPK yang memiliki minat di bidang pendidikan, “semoga kalau… minimal ya, ketika tempat yang kita pilih itu terbatas, ya tambah lah… pilihannya itu ditambah biar gak itu-itu aja. Karena kan sebagai mahasiswa ya, kalau yang aku sampaikan kemarin pas sosialisasi, magang di ranah pendidikan itu fokusku ke perkembangan anak usia dini, sedangkan disitu gak ada perkembangan anak usia dini dan aku disarankan di SLB, dimana SLB itu tidak sesuai dengan minatku dari awal. Ya, tolonglah ditambah lagi opsinya biar kita tuh gak stuck di pilihan yang sudah ditentukan sama kampus.”

 

Berdasarkan evaluasi terhadap magang di tahun sebelumnya, adanya kuota magang pada setiap peminatan merupakan salah satu kebijakan tetap yang sudah ditentukan oleh Fakultas. Namun, hal ini masih menjadi perbincangan bagi mahasiswa yang menganggap bahwa adanya kuota tersebut dapat membatasi mahasiswa dalam memilih peminatan yang sesuai dengan dirinya. 

 

“…. itu kalau menurutku apa ya, membatasi, membatasi pilihan mahasiswa jadi kayak misal di peminatan tertentu itu mahasiswa banyak yang minat tapi karena kuotanya kecil atau kuotanya dikit jadinya kayak ehhm apa ya membatasi kesempatan mahasiswa itu lhoh buat mengembangkan minat mereka, walaupun mungkin kuota tersebut mungkin di apa ya di dasarkan dari kapasitas mitranya sendiri jadi kayak kampus mengikuti dari mitranya maunya berapa gitu mungkin, jadi mungkin pihak fakultas memperluas lagi gitu lho dengan banyak mitra biar kuotanya itu juga mencukupi peminatan mahasiswanya, gitu…” tutur putri seorang mahasiswa FPK yang mengambil peminatan pendidikan di program magangnya. 

 

“Sebenernya kalau kuota ya, kan emang kita gak bisa merubah jumlah kuotanya. Itu kan permintaan dari MOU dari FPK ini. Tapi yang sangat disayangkan adalah ketika teman-teman yang mau magang dan tidak dapat kuota, mereka dapat kesempatan untuk memilih magang mandiri yang diluar dari MOU ini, tapi dari fakultas sendiri kan gak mau. Kalau kita lihat dari kampus lainnya ya, itu ada 3 skema Magang. Yang pertama ada magang pemerintah, yang kedua ada magang berdasarkan kampus, dan MBKM. sedangkan di FPK uinsa ini kita bener-bener dikunci. Jadi, ya itu tentu sangat membatasi dan juga apa ya… sangat ketimpangan kalau kita bandingkan dengan keleluasaan di kampus-kampus lain. Itu aja sih” ujar F.

 

Berbeda dengan Novia yang mengungkapkan bahwa kuota magang yang menurutnya dapat membantu untuk menunjang peminatan yang diinginkan, “Dari aku sendiri tentang kuota, karena peminatanku adalah peminatan yang sedikit diminati ya menurutku itu sangat membantu karena apa ya… jadi kita gak perlu kayak berebut kuota gitu lho, karena peminatan ditempat yang aku mau itu sedikit, dan peluang instansi yang aku tuju itu semakin banyak karena kuota yang sedikit itu. Jadi, menurutku itu membantu sih kalau tentang kuota.” 

 

Selain itu, adapun tanggapan dari R selaku mahasiswa yang memiliki peminatan dibidang sosial, “Kalau menurutku itu kurang adil sih, soalnya kalau dilihat dari jumlah mahasiswa di masing-masing peminatan ya. Nah, dengan banyaknya peminat di PIO dan kurangnya peminat di sosial, jadi kan otomatis kayak ngambil kuota dari PIO untuk dipindahkan ke sosial. Nah itu kan bersebrangan dengan apa yang diminati mahasiswa.” ucap R. 

 

Hal ini berbeda dengan ketentuan magang tahun lalu, di mana mahasiswa tidak diberikan batasan untuk tempat magangnya, sejalan dengan yang dituturkan L mahasiswa semester 7 yang pernah mengikuti progam magang MBKM di bidang peminatan PIO “…eh sejauh yang aku tau ee, fakultas tidak membatasi kamu mau di mana yang penting kamu bisa masukkin MOU nya dan itu tapi kamu nggak sendirian, karena waktu itu aku sempet ngajuin ke perusahaan yang lain kan, terus ngga boleh soalnya sendiri. Eeee, terus akhirnya aku ikut sama temenku, gitu sih pembatasannya yang aku tau..”

 

Selain kuota pada peminatan magang, sosialisasi terkait Magang MBKM juga membicarakan terkait tempat atau peminatan magang mahasiswa yang ditentukan oleh Fakultas berdasarkan bobot nilai yang dimiliki mahasiswa di setiap mata kuliah. Tentunya hal tersebut menuai banyak pro kontra dari mahasiswa FPK. 

 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Cahyo, “Saya punya dua sudut pandang, yakni dari pembuat kebijakan dan mahasiswa. Secara objektif, dosen memilih lewat bobot nilai mahasiswa, harusnya ini adil karena berdasarkan pada pengukuran kompetensi yang terbuka. Program magang juga ingin diterapkan agar berlanjut sesuai dengan publikasi dan skripsi. Berdasarkan pengalaman angkatan 2021, mereka tidak sejalan dengan apa yang diperoleh dalam magang, sehingga kebijakan perlu diubah untuk meminimalisir kekurangan yang ada. Disisi lain, mahasiswa yang benar-benar kompeten dan jumlah pesertanya lebih dari kuota yang ditetapkan fakultas atau prodi, maka dapat menimbulkan turunnya motivasi. Mereka yang berkompeten di bidang PIO misalnya, namun kuota pio habis dan ia dipindah ke klinis, itu dapat mengakibatkan kepuasan mahasiswa menurun.”

 

Kebijakan ini berbeda dengan kebijakan tahun lalu, di mana pemilihan peminatan dan tempat magang tidak ada ketentuan tidak menjadi acuan dalam pemilihan topik skripsi, seperti yang dituturkan L, namun, ia mengakui bahwa pemilihan yang linier lebih memudahkan mahasiswa “…sebenernya memang lebih mudah untuk linier lebih awal jadi dari tempat magang terus habis itu ke publikasi terus ke skripsi itu lebih mudah linier tapi bukan berarti itu menjadi acuan, maksudnya bukan berarti kamu nggak linier itu nggak bisa, aku nggak bilang itu bisa ee harus jadi acuan atau itu, tergantung, tergantung eee individunya sih menurutku apakah bisa jadi acuan atau enggak, kalau pertanyaan acuan itu pasti bisa, pasti bisa jadi acuan dan lebih baik jadi acuan, kenapa? Karena memang lebih mudah dimana kamu sudah dapat relasi terus kamu juga sudah kenal dengan lingkungannya…”

 

Belajar dari MBKM tahun pertama sebelumnya saat ini Fakultas Psikologi dan Kesehatan menyusun ulang kebijakan-kebijakan magang MBKM untuk mahasiswanya dengan banyak perbedaan. Mulai dari pemilihan mitra, pembatasan kuota di setiap peminatan hingga pemilihan topik skripsi yang linier dengan peminatan dan tempat magangnya. Berkaca dari pengalaman magang sebelumnya, dimana mahasiswa yang menjalankan magang diberikan tugas yang tidak sesuai dengan fokus peminatannya. 

 

Dari semua informasi yang telah dipaparkan oleh pihak Fakultas dan Prodi selama sosialisasi Magang MBKM, tentunya tidak terlepas dari rasa kepuasan dan ketidakpuasan, pro dan kontra, merasa diuntungkan atau dirugikan. Dengan ini, mahasiswa berharap MOU dengan instansi lain ditambah sehingga tidak membatasi mahasiswa. Selain itu, mereka juga berharap Magang MBKM tahun ini benar-benar membuahkan hasil setelah diadakannya evaluasi, “dosen mengharapkan kita mendapatkan instansi yang sesuai dengan standar, kita lihat aja nanti apakah setelah dari tempat magang tersebut kita akan dapat pencerahan tentang studi kasus yang akan kita jadikan skripsi ataukah kita gak dapet apa-apa malahan.” ujar Novia, selain itu, mahasiswa berharap untuk Fakultas Psikologi dan Kesehatan supaya lebih mengutamakan minat dan bakat mahasiswa dan bisa membuahkan hasil yang baik sesuai harapan.

 

Penulis: Riski Rahmawati & Erfina Shakila

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.