Revolusi Mental, Reduksi Perilaku Menyimpang
alamtarapersma.com – Pendidikan Indonesia terus menjadi perbincangan hangat di tengah santernya perilaku menyimpang kaum intelektual tinggi. Tak hanya kalangan pelajar, perilaku asusila kini telah merambah ke tenaga pengajar. Aktivitas tawuran, kriminal dan narkoba kian menghunjam ke akhlak generasi muda. Termasuk perilaku korupsi yang memborok diantara para pejabat negara.
Sengitnya fenomena tersebut memantik minat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Kependidikan Islam (KI), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) menyelenggarakan Seminar Nasional bertema Revolusi Mental Pendidikan: Menyidik Implementasi Pendidikan melalui Para Pelaku Pendidikan. Tujuannya tak lain, guna menggali lebih dalam penyebab terjadinya fenomena dekadensi moral kaum terpelajar serta upaya apa yang bisa dilakukan dalam memperbaiki pendidikan Indonesia. Seminar yang diadakan di Gedung Sport Center and Multi Pourpose, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya pada Kamis, 2 Juni 2016, Pukul 09.00-12.00 tersebut dihadiri mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah Jawa Timur.
Haryo Agus Pujianto Ketua Panitia Seminar dalam sambutannya menyampaikan, beberapa fenomena menyimpang yang sedang gencar terjadi dalam masyarakat dan kegelisahannya terhadap pendidikan Indonesia, “Banyak sekali keberadaan kaum intelektual tetapi rendah moral. Berlimpah orang pintar, namun menjalankan korupsi. Tidak sedikit guru pendidik yang melakukan tindakan asusila. Apakah yang salah dari pendidikan Indonesia ini? Kesalahan sistemnya atau apa?” tuturnya penuh tanya.
Menanggapi hal itu, Brian Maislatul, Ketua HMJ KI mengungkapkan harapannya agar seminar yang telah dilaksanakan tersebut dapat memberikan manfaat untuk semua peserta. Khususnya Mahasiswa FTK UIN Sunan Ampel Surabaya, “Semoga kita dapat menambah wawasan sebagai calon pendidik, agar bisa menjadi pendidik yang lebih baik lagi kedepannya,” ucapnya.
Tak ketinggalan, Dr. H. Saiful Jazil, M.Ag, Wakil Dekan Bidang Akademik FTK menyampaikan rasa syukur, apresiasi dan bangga atas terselenggaranya Seminar Nasional tersebut. Beliau juga mengungkapkan rasa prihatin atas merosotnya moral pendidik. Menurutnya, pendidikan di Indonesia perlu direvolusi. Karena di tangan pendidiklah para penerus bangsa ini terlahir, “Kita sebagai mahasiswa (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, red) adalah calon pendidik, jangan lupa untuk mendoakan murid-murid kita, agar mereka menjadi anak yang sholeh, ilmunya bermanfaat dan barokah,” tutur Dr H. Saiful Jazil.
Sementara itu, beberapa narasumber yang secara khusus diaundang dalam seminar tersebut diantaranya Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Nuh, DEA (Mendikbud 2009-2014), Drs. Mahfudh Shodar, M.Ag (Kepala Kemenag Kanwil Jatim), Dr. Syaiful Rahman, MM. M.Pd (Kepala Kemendiknas Jatim) dan Dr. Hj. Hanun Asroha, M.Ag (Ketua Madrasah Development Center Jatim). Namun dikarenakan Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Nuh, DEA, Drs. Mahfudh Shodar, M.Ag, dan Dr. Syaiful Rahman, MM. M.Pd sedang berhalangan, kehadiran diwakilkan Drs. Mas’ud, M.Pd.I (Kabid PAIS Kanwil Prov. Jatim) dan Drs. H. Zainal Arifin, M.Pd (Kepala UPT SMANOR Dindik Prov. Jatim).
Kemerduan suara dari Grup Paduan Suara FTK yang pernah meraih Juara 2 Lomba Paduan Suara UIN Sunan Ampel Surabaya membuka sesi acara. Dilanjutkan paparan dari narasumber yang pertama, Drs. Mas’ud, M.Pd.I. Dalam paparannya beliau menjelaskan, salah satu faktor penyebab penyimpangan perilaku kian marak di kalangan masyarakat terdidik ialah jauhnya jiwa manusia dari Allah SWT, khususnya kitab suci Al-Qur’an.
Drs. Mas’ud juga menyampaikan terkait program baru yang merupakan Gerakan Revolusi Mental. Dimana siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diharuskan dapat membaca Al-Qur’an. Serta 10% dari siswa SD, SMP dan SMA harus memiliki hafalan minimal satu juz Al-Qur’an, “Semua itu sebagai upaya agar otak anak-anak kita terisi dengan Al-Qur’an, sehingga perilaku mereka juga turut mencerminkan Al-Qur’an,” ucapnya.
Tak lupa, beliau juga menyampaikan pengakuannya bahwa pendidikan yang belum tertandingi oleh sekolah adalah pesantren, “Karena dalam pesantren, Kyai langsung turun tangan menangani para santrinya, maka dari itu banyak sekali lulusan pesantren yang menjadi tokoh-tokoh nasional,” imbuhnya.
Sedangkan Drs. Zainal Arifin, M.Pd. menyampaikan, bahwa kejujuran merupakan bagian dari mental manusia. “Bagaimana cara mengukur mental? Apakah nilai yang ada di raport sesuai dengan kemampuanmu? Ujian Nasional tidak pernah bisa mengukur mental kita. Lalu, yang bisa mengukur mental kita siapa? Silahkan dijawab dalam hati kalian masing-masing,” ujar Drs. Zainal sembari berdialog dengan peserta.
Hakikat pendidikan, menurut Drs Zainal, adalah merubah potensi kompetensi manusia secara maksimal. Tiga hal yang mengalami perubahan dalam hai ini adalah Revolution of Science (merubah pola pikir), Revolution of Attitude (merubah sikap) dan Revolution of Behaviour (merubah perilaku), “Kita tidak usah jauh-jauh berbicara revolusi mental, hakikatnya adalah bahwa pendidikan itu merubah mental,” sambungnya.
Dalam kesempatan terakhir paparan, Dr. Hj. Hanun Asroha, M.Ag menyampaikan, Pendidikan Agama Islam merupakan sesuatu yang vital bagi revolusi mental di Indonesia. “Politik, budaya, hukum, dan hedonisme menjadi faktor krisis moral bisa terjadi,” tutur Dr. Hj. Hanun.
Di akhir, beliau juga mengingatkan, revolusi mental bukan semata-mata tanggung jawab Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Melainkan juga tanggung jawab semua masyarakat, termasuk seluruh menteri yang ada di Indonesia, “Untuk kebaikan, semua guru harus ikut andil. Namun, jika untuk merusak, hanya perlu satu guru (yang tidak berkompeten, red),” pungkasnya. (Rag)