Spesies Santri, Buku Penghantar Menyelami Dunia Kesantrian

Bagikan

Nama Buku: Spesies Santri;

Penulis: Chabib Mustofa;

Tahun: 2013 (Cetakan Kelima);

Penerbit: Kanisius-Impulse;

Tebal: 260 Halaman;

Kota: Yogyakarta;

ISBN: 978-979-21-1956-5;

Reviewer: Muhammad Shonhaji.

Menceritakan sesosok Qusyairi yang hidup dilingkungan agamis, menarik sekali untuk diikuti perjalanannya. Masa kecil yang jauh dari gemerlap kemegahan membuat hidupnya dihiasi dengan masa kecil yang bahagia dengan sederhana, bukan kesenangan semata yang rumit dan menghamburkan harta. Terpapar di tulisan ini perjalanan santri, yang identik dengan tataran keislaman yang kental penuh dengan nilai-nilai luhur didalamnya. Bergumul dengan hafalan amtsitatut tasyrifiyyah di masa kecilnya, membuatnya terbiasa dengan kajian kitab kuning yang bermacam-macam di masa pubertas hingga dewasanya.

Sejak kecil bergumul dengan berbagai pengalaman hidup yang selalu ditautkan dengan sisi keislaman, membuat buyut Mbah Murad ini mendewasa sejak kecil dari segi spiritual dan emosionalnya. Imbuhan alur ceritanya di bagian “darah biru” mencerminkan bahwa kehidupan agamis selalu identik dengan nasab yang mengalir dalam darahnya membuat sosok  Qusyairi kecil pun merasakan imbas positif oleh masyarakat sekitar karena penghormatan orang sekitarnya terhadap buyutnya. Namun, sebagai muslim, hal tersebut tak dibenarkan. Karena seorang yang sejati adalah yang menunjukkan bahwa inilah aku, bukan bapakku. Laysa al fataa ma yaquulu abii, walakin al fataa man yaquulu haa ana dzaa.

Tak disangka pula, novel yang kesan utamanya untuk sekadar menghibur pembaca ternyata bisa menuntun kita pula untuk membuat kita setapak demi setapak sinau tentang babakan keimanan, misalnya terpapar saat kejadian wafatnya Gus di pondoknya kala mengenyam ilmu, bagian Ana Urid, Anta Turid, Wallahu La Yurid mencerminkan tentang qadha-qadar Allah. Perintah untuk memuliakan kalangan haba’ib, keturunan Rasulullah SAW. di bagian Darah Biru. Mengunggulkan akhlak terhadap guru yang dewasa ini sudah mulai dikesampingkan oleh mayoritas pelajar sungguh menolak paradigma novel yang sudah ada sebagai pendahulu novel ini yang terkesan hanya sebagai dongeng pengantar tidur.

Kehidupan seorang Qusyairi sendiri di buku ini, tak melulu berbicara tentang kepesantrenan semata yang kaku dan mengikat, namun juga disampaikan dalam kehidupan manusia biasa yang juga bersinggungan dengan kisah percintaan yang membuat bacaan setebal 260 halaman ini terkesan lebih luwes dan sangat catchy digunakan sebagai bacaan setiap kalangan.

Buku yang sarat akan nilai-nilai keagamaan, baik dari segi ibadah, akhlak, muamalah secara fasih disampaikan dengan mudah dan pembaca seperti tergiring dan terhipnosis dengan alur yang dibawanya, sehingga novel ini tak melulu menghibur pembaca, namun juga dominan mencerahkan dan menunjukkan nilai-nilai keislaman yang meskipun sederhana, namun ia bersifat utuh dan jelas. Aroma khas pesantren begitu melekat dengan bertabarannya istilah kepesantrenan yang sangat familiar di kalangan santri didalam novel ini membuat novel ini semakin menasbihkan diri sebagai novel berbasic kepesantrenan.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.