Takdir (Oleh: Luhur Pambudi)
Terkenang kembali oleh film The Butterfly Effect, untuk penokohan yang ada di film tersebut hampir sebagian besar, lupa. Yang jelas alur ceritanya yang begitu berantakan, sontak membuat saya sering bertanya-tanya, apakah takdir yang mengatur mekanisme kehidupan selalu bercabang-cabang setiap detiknya, tak hanya bercabang saja, namun juga transparan hampir tak kelihatan. Tapi tunggu dulu tak cuma bercabang, melainkan juga menawarkan, menawarkan tentang takdir yang berujung menjadi nasib. Dalam film tersebut, kita sebut saja nama tokoh utamanya, William, seorang anak kecil yang beranjak tumbuh menjadi dewasa, memiliki kelainan otak yang begitu menganehkan, entah penyakitnya apa yang mendera otaknya, jelasnya, ini yang menjadi bumbu utama dalam alur penceritaan film tersebut.
Penyakit yang tidak teridentifikasi mengifeksi otaknya, menyebabkan dirinya berada dalam sebuah momen tertentu lepas dari kontrol emosi alam sadar, lalu berperilaku yang sungguh menganehkan, secara tidak disadarinya, terkadang melakukan tindakan mengancam orang lain. Tiba-tiba saja William sontak mengambil pisau, padahal ketika itu dirinya sedang menyantap sarapan sambil tertawa riang di meja makan bersama ibunya. Seketika itulah William harus dihadapkan pada sebuah kenyataan yang mencengangkan. Ketika berbaur dengan rutinitas keseharian, hasil diagnosa dokter terhadap penyakit di otaknya, menyebabkan ia harus selalu menuliskan segala sesuatu bentuk aktifitas yang telah ia lakukan seharian penuh, dalam sebuah buku catatan. Dengan tujuan agar ia mampu mengingat kembali apa saja kegiatan sebelumnya telah dilakukan. Singkat cerita, bermaksud menghargai para pembaca yang sudah pernah melihat film tersebut. Buku catatan William begitu menumpuk menandakan banyak sekali aktifitas ataupun peristiwa yang pernah ia alami sebelumnya.
Itu yang membuat William masih bisa mengontrol kehidupannya dengan normal, hingga tak terasa kini dia beranjak menjadi orang dewasa. Yang menarik adalah ketika buku catatannya bisa menjadi sebuah alat transporter menuju ke alam kehidupan masa lalu, di kehidupan di mana ia pernah melewatinya. Saat ia membaca kembali sebaris catatan kegitannya terdahulu yang pernah ia tuliskan, dengan begitu cermat penuh konsentrasi tinggi. Seketika itu William berada dalam situasi yang pernah terjadi di masa lampau, entah itu ketika masih anak-anak atau sudah remaja. Semuanya begitu mudah beralih hanya dengan membaca dalam-dalam selarik atau sekalimat dari catatan kegiatan yang pernah ditulisnya.
Terbayang sudah bagaimana, takdir telah tersaji begitu saja dan mengintai siapa saja. Takdir baik atau takdir buruk sudah disiapkan, oleh sang empunya kehidupan. Bak ranting pohon buah Srikaya. Bercabang seenak dahan. Di sana-sini cabang berlanjut lagi dihadapkan dengan ranting menjulur ke sana-ke mari, nyatanya seperti inilah kehidupan. Istilah mujur (beruntung, red) atau tidak mujur yang kerap kali terlontarkan. Ketika alur kehidupan tak semanis yang diimpikan. Ketika alur kehidupan lebih manis dari yang kita khawatirkan, tak ubahnya sebuah permainan tebak menebak kata. William adalah sebuah simbol bentuk kepercayaan, bahwa keputusan takdir berada di bawah kendali sepenuhnya oleh si penderanya, yaitu manusia. Kita bisa memilih keputuan macam apa yang kita bakal lakukan nantinya. Tapi sebelumnya pahami, semua menanti di balik layar tentang takdir dan mujur tidaknya. (Luhur Pambudi)
Penulis adalah Demisioner Pimpinan Redaksi LPM Alam Tara periode 2016