Menyoal Hoax dan Cognitive Ease pada Manusia

Bagikan

Oleh: Kelompok 1 (Satu), Psikologi, Kelas G4.3

Belakangan ini kita sudah menemukan banyak persoalan mengenai hoax. Hoax adalah berita bohong, yang banyak kita temukan di media atau portal berita online. Karena kemudahan dan kebebasan membuat portal berita, sehingga sulit untuk mebendung penulisan informasi yang tidak akurat dan tidak sesuai dengan fakta. Yang meresahkan lagi adalah, tidak sedikit dari masyarakat kita, yang sering terjebak dan tertipu oleh berita hoax. Tidak hanya masyarakat biasa saja, melainkan para akademisi yang kental dengan kegiatan keilmuan, juga seringkali terjerumus dalam berita hoax yang banyak diproduksi media tidak bertanggung jawab tersebut.

            Setidaknya itulah yang menjadi persoalan kita. Masih banyak masyarakat kita yang masih berhasil dikelabuhi oleh berita hoax, yang lebih menggelisahkan, para sivitas akademika kampus juga tidak sedikit yang masih membaca, mempercayai, bahkan dengan mudahnya menyebarkan berita hoax itu melalui WhatsApp Messenger ke berbagai grup. Apakah semua manusia memang mempunyai kelemahan demikian? Poin itulah yang ingin saya bahas, melalui teori psikologi yang bernama cognitive ease, bisa kita sebut sebagai “kenyamanan berpikir” pada manusia.

            Cognitive ease merupakan fenomena yang banyak sekali terjadi di masyarakat, namun banyak juga yang belum menyadari mengenai ini. Cognitive ease, atau kenyamanan berpikir, atau bisa kita sebut sebagai kelemahan manusia dalam menerima informasi. Bila manusia seringkali diberikan informasi yang “salah” dengan rutin, ajeg, dan terus-menerus, secara tidak sadar, manusia itu akan percaya dan menerima informasi yang “salah” itu sebagai informasi yang “benar”. Maka dari itu, Rocky Gerung, Pengamat Politik dan Pengajar Filsafat, pernah menyampaikan bahwa untuk mencegah agar tidak terjerumus oleh berita hoax, kita perlu menaikkan tingkat Intelectual Quotient (IQ) masyarakat, dengan kata lain menambah kesadaran kita untuk berpikir kritis, mempertanyakan dan mengklafikasi informasi baru yang masuk kepada masyarakat.

            Jadi persoalan yang kita temukan adalah demikian. Masih banyak masyarakat atau sivitas akademika kampus, yang belum benar-benar menerapkan berpikir kritis, selalu mempertanyakan informasi baru yang masuk, dan melakukan kegiatan klarifikasi informasi baru itu kepada sumber yang lainnya. Sehingga karena kurangnya ketiga aktivitas penting itu, masyarakat dengan mudah menyebar berita hoax ke berbagai media, yang kemudian kita sebut dengan istilah cognitive ease—karena berita yang disampaikan terus-menerus itu akan dianggap benar oleh masyarakat. Penyebaran berita biasanya melalui berbagai media sosial seperti facebook, twitter, instagram, atau yang sering kita gunakan yaitu whatsapp. Untuk mengatasi persoalan itu, langkah awalnya adalah menerapkan berpikir kritis, mempertanyakan dan mengklarifikasi informasi baru yang masuk, sedang viral atau kita peroleh dari berbagai media.

            Kita bisa mulai melatih berpikir kritis, mempertanyakan dan mengklarifikasi informasi baru yang masuk, dengan membiasakan diri membaca buku, membuat kelompok diskusi, mengikuti kuliah-kuliah umum, atau melakukan kebiasaan dengan menulis esai, opini, atau artikel, karena dengan menulis, kita belajar untuk merapikan cara berpikir kita dan melihat celah-celah apa yang perlu diperbaiki, sehingga kita tidak menjadi orang yang reaktif, mudah merespon sesuatu baru yang datang. Cognitive ease memang menjadi faktor dari mudahnya masyarakat terjerumus berita hoax, namun kita masih bisa menangkal berita-berita hoax itu dengan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.