Seutas Cerita dibawah Langit Berwarna

Bagikan
Sumber: Pinterest

Waktu yang terus berlari tanpa berhenti sekalipun, telah mengantarkanku ke tempat terindah dalam hidupku. Walaupun rasanya lama aku disana, tapi kenyataanya itu adalah waktu yang singkat jika dipikirkan.

Ditemani oleh remang-remangnya angkasa, menampilkan berbagai warna yang sejuk dipandang oleh mata. Bagiku angkasa yang warna-warni itu seperti pertanda bahwa keindahan akan datang setelah berpaku di satu warna. 

“Cantik kan” ucap seseorang dengan raut yang mengukirkan keindahan berhasil membuyarkan imajinasiku,

“hmm? (alis kanan ku terangkat). Ahh iya, dia cantik” jawabku singkat tanpa melihatnya sekalipun, namun bibirku terukir jelas oleh kedua maniknya.

“Maksudku bukan dia, tapi kamu” kata dia yang membuatku mengalihkan manik-manikku kearahnya.

“Hah? Maksudnya?” tanyaku keheranan.

“Ar…” panggilnya tanpa menjawab apa yang ku tanyakan. Dan dia memilih untuk memandang serpihan titik yang tidak bisa dihitung jumlahnya.

Tak lama ia melihatkan manik-maniknya dihadapanku. Manik yang indah dengan warna hitamnya dan alis mata yang tebal menambah betapa menawannya dia hanya sekali lihat.

“Aku sayang sama kamu Ar, aku mencintaimu, aku suka sama kamu.” rentetan perkataanya berhasil membuat kedua bola mataku membulat sempurna, namun badanku masih membeku. Pikiranku melayang entah kemana mungkin menuju ke cakrawala lepas diatas sana. Apa yang dia maksud, bukankah dia tahu aku akan menjawab apa. Pikirku dalam hati tanpa sepengetahuannya.

“Apa maksudmu” tanyaku lagi yang keheranan. Karena ini bukan pertama kalinya dia menyatakan hal yang membuat jantungku seperti berhenti berdetak.

“Yah, aku suka sama kamu Ariella”. Katanya lagi, dengan ketegasan di setiap katanya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang yang mungkin akan dia sadari.

“Maaf tapi kamu tahu kan kita tidak akan pernah bisa bersama?” jawabku yang mungkin akan mematahkan hatinya hingga berkeping-keping jumlahnya.

“Hmmm.. aku tahu, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku lebih jauh lagi. Apakah dengan itu kita tetap tidak bisa bersama Ar?” tanyanya lagi kepadaku dengan mata yang penuh dengan ketulusan.

“Rafael, kamu tahu kan kenapa kita nggak bisa bersama. Dan alasan lainnya juga kamu tahu, aku punya prinsip aku belum mau pacaran dengan siapapun, dan bagiku hubungan itu ada ketika laki-laki dan perempuan mengikatnya di janji suci pernikahan”. Jelasku yang saat ini kita sama-sama lebih memilih untuk memandang indahnya ciptaan Tuhan yang jauh dipandang oleh mata.

“Hmmmm” dia hanya berdehem singkat saja menambah keawarkd-an diantara kami.

Rafael Kristiana, laki-laki yang kutemui 3 tahun lalu saat ia berhasil memasukkan satu bola kedalam ring basket. Teknik yang amat memukau ia tunjukkan saat sesi olahraga kelasnya. 

Awal mula kita bisa bercengkrama karena kegiatan kelas yang mengharuskan mengajak salah satu kakak kelas OSIS sebagai penanggung jawab. Aku memintanya karena dia satu-satunya orang disana, tanpa berfikir bahwa kita beda keyakinan. Kegiatan kelasku yang dilakukan di salah satu masjid di Surabaya membuatku terkikuk tak tahu bagaimana untuk membatalkan apa yang kukatakan.

Ingatan itu samar-samar hadir dalam benakku saat dia menyatakan perasaanya padaku sekarang. 

Aku dan dia adalah perwakilan OSN Fisika dan Matematika di SMP ataupun SMA yang kita tempati. Saat ini Rafael adalah kakak kelas tiga, dimana saat ini ia sedang menghadapi ujian kelulusannya.

Aku teringat sesaat setelah mengikuti les privat untuk persiapan OSN SMP waktu itu, kita pergi bersama menuju tempat yang berbeda namun dengan maksud yang sama. 

Saat berada ditempat itu, kita melepaskan sepatu kita untuk menaiki tangga yang sangat jelas berbeda namun, akan memiliki akhir yang indah. 

Aku menaiki tangga ke arah kanan sedangkan ia menaiki tangga ke arah Kiri. 

Saat masuk ke tempat itu kita tidak bisa melihat satu sama lain. Aku yang mulai menadahkan tanganku untuk bercengkrama dengan Tuhanku, dia memilih untuk menangkupkan kedua tangannya dengan erat untuk meminta kebahagiaan dari Tuhannya. Sungguh perbedaan yang banyak orang ingin bertoleransi namun perbedaan yang tidak bisa menyatukan dua orang yang sedang terpaut hatinya.

Lagi-lagi dia membuyarkan lamunanku dengan mengatakan, 

“Ariella aku ingin masuk ke agamamu” ungkapnya seperti telah melepaskan beban yang sudah ia tampung bertahun-tahun.

“Apa maksudmu” suaraku dengan sedikit amarah berhasil terlontarkan untuknya.

“Af, kamu tahu kan kamu nggak bisa masuk agama yang ku anut hanya sebagai penembus rasa cintamu ke ciptaan-NYA saja bukan ke Penciptanya. Aku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiranmu” sungguh perkataan Rafael seperti bumi yang menumpahkan isinya karena berkecamuk dengan insan yang tidak bisa menghargainya. Apa-apaan maksudnya itu.

“Aku tau Ar, aku udah mikirin ini berkali-kali. Bukankah aku pernah cerita ke kamu kalau aku memang sudah tertarik dengan agamamu jauh sebelum aku mengenalmu. Sejujurnya kamu orang pertama yang tahu soal ini. Aku juga belajar agama dengan teman dekatku tanpa sepengetahuan siapapun kamu tahu kan? Maka dari itu aku sudah yakin dengan pilihanku, ini bukan karenamu tapi karena Penciptamu Ariella Lavenda”. Jelasnya sejelas-jelasnya tetap tidak bisa membuatku berpikir secara jernih.

Memang dia pernah menceritakannya kepadaku, saat mendengar lantunan Ayat suci ia merasa tenang dan damai, hal yang sulit ia rasakan waktu itu. 

“Kamu yakin Af dengan keputusanmu, kamu benar-benar yakin?” tanyaku setelah bertengkar hebat dengan pikiran dan hatiku ini.

“Iya Ar, aku yakin dengan keputusanku (helaan nafas terdengar darinya). Untuk apa yang kukatakan tadi, sebenarnya aku hanya ingin tahu bagaimana perasaanmu saat ini terhadapku makanya aku menyatakannya lagi. Yah.. walaupun jawabanmu tidak sesuai dengan apa yang aku mau Ar (tersenyum tipis). Dan ya aku pikir sekarang, aku akan setuju apapun keputusanmu Ar.” 

————————-

Dua minggu berlalu, setelah Rafael menyatakan akan masuk ke agama yang kuanut. Saat ini dihadapan beberapa orang termasuk orang tuaku dan orang tuanya. Di tempat suci yang sering orang islam kunjungi setiap waktunya, ditemani sinar mentari yang mulai masuk kedalam rumah-NYA. Rafael kristiana mengucapkan 2 kalimat yang membuat siapapun mendengarnya tidak bisa menahan puing-puing bening keluar dari manik-manik yang dimilikinya. 

Sungguh pemandangan yang tidak pernah aku pikirkan sekalipun, ini seperti mimpi yang aku pikir tak akan pernah menjadi kenyataan.

Dia, dia orang yang dulunya aku cintai tapi memiliki keyakinan yang berbeda denganku dan sekarang saat kita sudah memiliki keyakinan yang sama, Tuhan kita sepertinya ingin lebih dekat lagi dengan dia.

Setelah berminggu-minggu lamanya, kini dia telah menyelesaikan ujian terakhir dibangku sekolah menengah atasnya. 

Saat ini kita kembali berada ditempat yang sama, tempat saat ia menyatakan perasaanya kepadaku. Lagi-lagi ditemani oleh warna-warninya angkasa yang tiada tandingannya.

“Ar, bagaimana?” tanyanya tiba-tiba saat kita memilih untuk duduk di tengah-tengah serbuan cahaya yang akan menghilang dalam sekejap.

Beberapa menit lalu, Rafael mengatakan bahwa ia akan melanjutkan studinya di Jerman untuk meraih impiannya sebagai seorang Arsitektur. Dan lagi-lagi ia menyatakan perasaannya kepadaku.

Sejujurnya bukannya aku tidak ingin menjawabnya, tapi aku tidak tahu bagaimana untuk menjawabnya.

“Af, maaf keputusanku masih sama seperti sebelumnya. Mungkin ini terdengar sangat aneh. Maksudku aku memang bukan orang yang sempurna, tapi setidaknya dengan ini aku bisa mengurangi siksaan untukku dan orang tuaku nantinya. Dan ya aku pikir-pikir selama ini kita juga salah Af hanya pergi berdua saja tanpa ada orang lain. Tapi setelah kamu bilang akan pergi menggapai impianmu aku jadi sadar bahwa Allah ingin sama-sama kita berubah jauh lebih baik lagi dan lebih mendekatkan diri kepada-NYA. Dan ya dengan mengatakan ini aku jadi berpikir bagaimana jika kita sementara lost contact dulu, maksudku sementara waktu kita jangan berinteraksi dulu aku juga belum tahu apakah perasaanku benar-benar untukmu atau hanya rasa sesaat juga Af. Jika nantinya Allah memang menakdirkan kita berdua untuk bersama pasti suatu hari nanti akan terjadi. Bagaimana menurutmu?”

“Hmmmm, apakah aku boleh menyimpulkan bahwa selama ini kamu juga memiliki rasa itu kepadaku?”

Aku tak langsung menjawabnya, tapi hanya mengukir keindahan saja di bibirku, 

“Aku tidak perlu mengatakan semuanya Af, seperti yang aku bilang tadi jika memang Allah mentakdirkan kita berdua untuk menjadi pasangan suatu hari nanti pasti itulah jawabannya Af”

“Baiklah aku setuju denganmu, aku harap Allah memang mentakdirkan kita berdua untuk bersama Ar”

Selepas percakapan itu, tak terasa mentari yang jingga segera kembali ke rumahnya, angin yang berhembus dengan tenangnya diiringi suasana yang begitu sejuk membuat akhir dari pertemuan ini sungguh indah, walaupun ada rasa yang harus ditinggalkan.

—————————————————

Lima tahun telah berlalu, dengan itu saat ini aku berada ditempat yang menjadi perantara terdekat meraih impianku. Aku sudah memasuki semester tujuh mendekati hari-hari terakhir aku berkutat dengan banyaknya tulisan yang sejujurnya sangat melelahkan. 

Namun, saat aku berada ditempat yang tidak pernah berubah sekalipun selama lima tahun ini membuatku ingin terus menggapai apa yang ku mau. Karena dengan itu aku berharap bisa bertemu dengannya. 

Sungguh sepertinya alam tahu apa yang kurasakan, lag-lagi ia menghadirkan warna jingga keunguan yang membuatku nyaman berada disini. Aku benar-benar menikmatinya hingga pikiranku menjadi lebih tenang di tengah riuhnya lalu lalang manusia di jalanan.

“Ariella” suara yang tiba-tiba aku dengar tapi aku hiraukan.

Hahahahha, aku berhalusinasi lagi- 

“Ar…” lagi suara itu, terdengar lagi suara yang aku tunggu selama ini, dan aku memilih untuk berhadapan dengannya lagi.

“Rafael” ucapku terkejut ketika melihatnya benar-benar berada di dihadapanku. 

Tapi, siapa yang digandengnya. Kenapa ia bersama seorang anak kecil?

———————————–

Ada yang bilang senja itu indah walau sesaat, ada pula yang bilang senja itu menyedihkan karena hadirnya hanya sementara. Tapi bagiku senja itu indah dan juga menyedihkan. Karena dibalik hadirnya yang sementara ia mampu menghipnotis banyak pasang mata yang melihatnya. Sedangkan keindahannya menyimpan beragam cerita yang tak terhingga, tergantung bagaimana orang yang melihatnya memberi makna.

Seperti ceritaku yang entah apakah ini berakhir bahagia atau menyedihkan. Walaupun aku bukan awal dari perjalananmu, tapi bagaimanapun juga aku yang menjadi akhir dari perjalananmu.

 

Penulis: Rahma Tri Aristawidya

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.