TOLAK RUU TNI: AKSI ASPIRASI BERUJUNG REPRESI

Bagikan

alamtarapersma.com (25/03/2025) — Gemuruh aksi tolak Rancangan Undang-Undang Tentara Negara Indonesia (RUU TNI) semakin bergejolak. Sejumlah daerah, termasuk Surabaya, telah mengerahkan banyak massa dalam upaya menolak kembalinya dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) melalui disahkannya RUU TNI. Sehari sebelumnya, pada Minggu (23/03/2025), aksi serupa di kota Malang berakhir ricuh akibat bentrokan antara demonstran dan aparat. Kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi ini menarik perhatian publik, terutama setelah beredar rekaman visual yang menunjukkan tindakan represif aparat terhadap massa aksi. 

 

Pada Senin (24/03/2025), giliran rakyat kota Surabaya untuk menggaungkan aspirasinya. Aksi tolak RUU TNI diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, aktivis, rakyat sipil, hingga komunitas suporter bola Surabaya. Massa aksi berangkat dari berbagai titik dan mulai tiba di Gedung Negara Grahadi sekitar pukul 13.50 WIB. Pada pukul 14.00 WIB, area tersebut telah dipenuhi massa yang terus bertambah seiring berjalannya aksi. Aksi diawali dengan orasi yang menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI. Seruan “Tolak RUU TNI!” dan “Kembalikan militer ke barak!” terus menggema di kerumunan, diiringi gelombang protes yang semakin membesar. Tak hanya itu, media-media aspirasi berupa poster dan spanduk juga banyak dibawa oleh massa aksi sebagai bentuk ekspresi keresahannya.

 

Aksi berlangsung damai dengan suara aspirasi massa yang semakin ramai. Namun, sekitar pukul 16.30 WIB, mulai terjadi kericuhan dengan dikerahkannya water cannon untuk memukul mundur massa. Dalam waktu yang bersamaan, beberapa peserta aksi melaporkan upaya peretasan terhadap ponsel dan akun WhatsApp mereka. Meski begitu, massa aksi tetap bertahan menyuarakan aspirasinya hingga sekitar pukul 17.27 WIB pasukan aparat mulai melakukan sweeping dan membuat barikade dalam upaya memukul mundur massa kembali. Kericuhan ini juga diwarnai dengan penculikan oleh beberapa terduga intel yang menyusup di antara massa aksi. Berbagai media juga meliput terjadinya penyerangan fisik dan penarikan paksa oleh sejumlah aparat.

 

Dikutip dari Suara Surabaya, diduga sebanyak 25 demonstran yang terlibat dalam aksi di Grahadi ditangkap oleh aparat. Penangkapan dilakukan setelah upaya penyampaian aspirasi mereka tidak digubris oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya. Tidak hanya demonstran, dua jurnalis yang meliput aksi penolakan RUU TNI juga ditangkap. Penangkapan jurnalis pun tak luput dari intimidasi dan kekerasan oleh aparat.

 

Kedua jurnalis yang menjadi korban intimidasi dan kekerasan aparat adalah Wildan Pratama, wartawan Suara Surabaya, dan Rama Indra, wartawan Beritajatim.com. Berdasarkan keterangan yang diterima oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, keduanya dipaksa untuk menghapus foto dan video puluhan demonstran yang ditangkap oleh aparat. Walaupun keduanya telah menjelaskan bahwa mereka adalah jurnalis, para aparat kepolisian tetap tidak menghiraukannya dan justru berteriak memaksa untuk menghapus. Salah satu dari aparat kepolisian bahkan merebut ponsel mereka dan mengancam akan membantingnya jika rekaman tersebut tidak dihapus.

 

Melihat kejadian ini, tindakan aparat kepolisian dinilai tidak memahami tugas dan wewenang jurnalis. Andre Yuris selaku Ketua AJI Surabaya mengecam tindakan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan aparat telah melanggar Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyebutkan bahwa untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Sementara, Pasal 18 UU Pers telah memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis secara sengaja saat menjalankan tugas dapat dipidana dua tahun penjara atau denda paling banyak sebanyak 500 juta rupiah,” ujar Yuris. Aparat kepolisian telah menjalankan tugasnya secara tidak profesional dan proporsional. Cara polisi yang mengedepankan kekerasan terhadap jurnalis tentunya melanggar ketentuan pidana Pasal 18 UU Pers No. 14/1999. 

 

Selain ancaman yang dilakukan terhadap jurnalis, aparat kepolisian juga melakukan tindakan represif terhadap tenaga medis. Penyerangan ini menyasar tenaga medis yang sedang mengevakuasi korban luka dan berjaga di posko sekitar gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur. Tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian mencakup dorongan, pemukulan dengan tongkat, ujaran kebencian, hingga ancaman pembunuhan terhadap tenaga medis yang menjalankan tugas kemanusiaan.

 

Tindakan ini kembali menegaskan bahwa aparat kepolisian telah melanggar hak asasi manusia. Dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-Hara, terdapat prinsip dasar yang mengatur bahwa aparat wajib menjaga dan menghormati hak asasi manusia. Selain itu, norma hukum internasional Konvensi Jenewa 1949 pasal 12 menyebutkan bahwa satuan-satuan kesehatan harus selalu dihormati, dilindungi, dan tidak boleh menjadi sasaran serangan dalam situasi apa pun. 

 

Setelah melihat berbagai kejadian ini, timbul pertanyaan-pertanyaan besar. Apakah aparat kepolisian masih enggan untuk belajar dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang mereka ambil dalam melaksanakan tugasnya? Kekerasan yang terus terjadi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga memperburuk citra kepolisian di mata publik. Jika aparat terus bertindak sebagai alat represi, lalu kepada siapa rakyat bisa berharap untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan?

Penulis: Januar Junior, Erfina Shakila, Zahra Rizq Verdylia

 

Referensi

 

Tempo

https://www.tempo.co/hukum/demo-tolak-revisi-uu-tni-di-surabaya-chaos-25-demonstran-ditangkap-polisi-1223839

https://www.tempo.co/hukum/demo-tolak-revisi-uu-tni-di-surabaya-chaos-25-demonstran-ditangkap-polisi-1223839

 

Kompas

https://surabaya.kompas.com/read/2025/03/24/174252078/demo-tolak-uu-tni-di-gedung-grahadi-surabaya-diwarnai-kericuhan

https://www.kompas.com/tren/read/2025/03/24/183300565/pemukulan-tim-medis-demo-tolak-ruu-tni-di-malang-langgar-konvensi-jenewa


Aji Surabaya
https://www.instagram.com/p/DHm_E79TP_x/?igsh=MTdmd3U4NjZjN2Nrbg==

 

Suara Surabaya
https://www.instagram.com/p/DHmi1zNNnK_/?igsh=cGp5bjE1ZWI2YWNh

https://www.instagram.com/p/DHlisyvvrB4/?igsh=MTQzNjg4dGR3NmpndQ==

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.