Review Film “Frankenstein”: Mendobrak Batas Kemanusiaan dan Tuhan

Bagikan

Hai, Sobat Altar! Kali ini kita akan me-review film dengan genre horor, drama, fiksi ilmiah berjudul Frankenstein karya sutradara Guillermo Del Toro. Film ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Marry Shelley tahun 1818. Frankenstein versi Guillermo Del Toro mengambil latar tahun 1857 yang berfokus mengisahkan point of view (POV) dari kedua tokoh utama, yakni Victor Frankenstein dan The Creature.

Kisah dimulai dari Kapten Anderson bersama anak buahnya yang sedang melakukan perjalanan menuju kutub utara. Akan tetapi, kapal yang mereka tumpangi terjebak di lautan es beku Arktik. Di sana, Kapten Anderson menemukan Victor Frankenstein dalam keadaan sekarat dan membantunya untuk menyembuhkan luka. Namun, Victor tidak sendirian. Saat itu, dirinya tengah diburu oleh makhluk hasil ciptaannya sendiri yang diberi nama The Creature

Ketika Kapten Anderson membantu Victor menyembuhkan luka, di situ lah film ini menggambarkan kilas balik terkait kejadian apa yang sedang menimpa Victor. Kilas balik dimulai dengan kisah Victor Frankenstein yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terpandang, namun keras. Ayahnya seorang dokter bedah dan Victor dituntut untuk bisa menjadi seperti ayahnya. Akan tetapi, suatu hari ketika ibunya melahirkan adiknya melalui tangan ayahnya, sang ibu tidak selamat. 

Berdasarkan peristiwa tersebut, Victor Frankenstein bertekad untuk menjadi seorang ilmuwan ambisius yang terobsesi untuk menaklukkan kematian setelah kehilangan ibunya dan ayahnya yang juga meninggal tidak lama setelah ibunya. Trauma yang dimiliki mendorong obsesi untuk melakukan eksperimen terlarang hingga akhirnya menciptakan “Makhluk Hidup” dari potongan tubuh manusia.

Makhluk hidup yang Victor Frankenstein ciptakan dari obsesinya terlahir dengan nama The Creature. Makhluk ini menjadi awal munculnya tragedi yang tidak pernah dibayangkan oleh Victor. Sebab, makhluk yang diciptakannya tidak dapat mati, sehingga bukannya menemukan jawaban atas kehilangan, Victor justru harus berhadapan dengan ciptaannya sendiri yang tidak bisa dipahami, dikendalikan, dan bahkan dicintai.

Pada paruh kedua, ketika makhluk ciptaan Victor masuk ke dalam kapal kapten Anderson dan menemukan penciptanya, di situ lah The Creature menceritakan kilas balik kisah berdasarkan versinya ketika dibuang oleh penciptanya. Ketika The Creature lahir di dunia, dirinya belajar memahami seluruh isi dunia mulai dari perilaku, bahasa, dan meraba serta merasakan sensoriknya. Akan tetapi, pada saat itu pula Victor merasa kehabisan kesabaran karena makhluk yang dirinya ciptakan tidak kunjung bisa dipahami.

Victor pun membakar makhluk itu, namun sesuatu yang besar terjadi, makhluk itu tidak mati. Dirinya melarikan diri kedalam hutan dan mulai belajar untuk memahami dunia secara alami melalui alam, hingga suatu ketika dirinya dipergoki oleh seorang pemburu serigala dan menembaknya. Namun, peluru itu hanya menembus tubuhnya. Suatu hal yang menjadi unik di sini adalah tubuhnya yang berlubang setelah terkena peluru kembali sembuh seakan tidak pernah ada luka pada tubuhnya.

The Creature yang lari ke dalam hutan karena ditembaki oleh pemburu serigala bersembunyi di sebuah rumah milik pria buta. Di situ lah dia kembali belajar memahami kehidupan pria buta yang sangat menyayangi dan memahami dirinya. Bahkan buku-buku yang ada di dalam rumah pria buta telah habis dibacanya. Dari rumah pria buta itu, ia belajar membaca, mencintai, dan bertanya siapa dirinya sebenarnya.

Pemahaman The Creature terhadap dirinya dan penciptanya menggambarkan dinamika sebuah hubungan ayah dan anak yang penuh luka. Victor yang haus akan akan kontrol menciptakan kehidupan, tetapi menolak untuk mencintai ciptaannya menimbulkan sebuah bentuk hubungan daddy issue tragis yang membuat The Creature disebut viktor sebagai monster yang akhirnya menentang penciptanya.

Sutradara Guillermo Del Toro sukses menampilkan visual yang apik dan menggambarkan cerita yang jelas dan mudah dipahami. Karakter The Creature menjadi titik emosional yang menyayat hati. Guillermo Del Toro menggambarkan monster ini bukan sebagai makhluk yang buas, melainkan sebagai simbol kesepian, cinta, dan penolakan manusia disekitarnya. Kekuatan film ini terletak pada pesan moral yang disampaikan bahwa terkadang makhluk yang disebut monster bisa jauh lebih manusiawi daripada penciptanya.

Jika kalian masih penasaran dengan kelengkapan kisah Frankenstein, kalian dapat menyaksikan film dengan durasi 2 jam 30 menit ini di platform Netflix yang telah menayangkannya sejak 7 November 2025. Secara keseluruhan, film ini layak untuk ditonton bagi kalian yang menyukai genre film horor, drama, fiksi ilmiah, dan memiliki pesan moral yang sangat emosional. Sebagai catatan tambahan, film ini hanya relevan untuk usia 17+ karena menyajikan adegan mengerikan dan berdarah. Selamat menonton~

Penulis: Januar Junior

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.