Ketika Jalan Depan Pintu Utama FPK Ditutup: Kecil bagi Kampus, Besar bagi Mahasiswa

Penutupan akses jalan di depan pintu utama Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) UIN Sunan Ampel Surabaya menuai beragam respon dari civitas academica. Pagar peringatan berwarna kuning terang, tampak mencolok seolah memberi pesan bahwa terdapat suatu hal yang sedang diperbaiki. Bagi sebagian mahasiswa, penutupan ini tidak hanya sekedar masalah teknis, melainkan kenyamanan, aksesibilitas, serta komunikasi dari pihak kampus.
Bagi petugas kebersihan, penutupan akses jalan ini dimaksudkan sebagai langkah pencegah kotornya lantai di gedung FPK. Musim hujan membuat lantai licin dan cepat kotor, terutama ketika mahasiswa berlalu-lalang dengan alas kaki basah akibat tanah yang mereka injak langsung dari samping pintu utama. Bagi petugas kebersihan yang setiap hari bertanggung jawab menjaga kebersihan gedung, area tersebut memang perlu dibatasi. Namun bagi mahasiswa, ini dianggap sebagai hambatan kecil yang terasa besar karena setiap mahasiswa harus memutar jalan lebih jauh, menghadapi risiko terpeleset saat hujan, hingga ketidaktahuan mengenai alasan penutupan.
Di sinilah muncul titik permasalahan, kurangnya informasi. Mahasiswa tidak mendapat kejelasan mengenai alasan penutupan, sehingga memunculkan asumsi liar, termasuk dugaan adanya pembangunan yang “tak pernah dimulai”. Padahal, pengumuman sederhana dapat mengubah persepsi publik dari yang awalnya “mengganggu” menjadi suatu hal yang dapat “dipahami bersama”. Transparansi kecil dapat menciptakan penerimaan besar.
Penutupan akses jalan ini bukanlah isu besar. Namun, cara lembaga mengelola informasi, kenyamanan, dan akses publik mencerminkan kualitas pelayanannya. FPK bisa menjadikan kasus ini sebagai cermin bahwa tata kelola ruang fisik juga perlu diiringi tata kelola komunikasi yang setara pentingnya.
Jika alasan penutupan adalah untuk menjaga kebersihan, keamanan, atau pemulihan area taman, itu suatu hal yang wajar. Tetapi mahasiswa sebagai pengguna harian memiliki hak untuk mengetahui alasan tersebut. Ruang publik kampus adalah milik bersama, dan keputusan yang menyangkut akses sebaiknya disampaikan secara terbuka melalui poster atau chat resmi fakultas. Pada akhirnya, penutupan akses jalan ini mengajarkan kita satu hal “sederhana” yaitu informasi bukan hanya pelengkap, melainkan sebagai jembatan antara kebijakan dan penerimaan.
Penulis: Riris Dyah Pitaloka
